SEJARAH SHOLAWAT NARIYAH 4.444
SHOLAWAT Nariyah adalah sebuah sholawat yang disusun oleh Syekh Nariyah.
Syekh yang satu ini hidup pada jaman Nabi Muhammad sehingga termasuk
salah satu sahabat nabi. Beliau lebih menekuni bidang ketauhidan. Syekh
Nariyah selalu melihat kerja keras nabi dalam menyampaikan wahyu Allah,
mengajarkan tentang Islam, amal saleh dan akhlaqul karimah sehingga
syekh selalu berdoa kepada Allah memohon keselamatan dan kesejahteraan
untuk nabi. Doa-doa yang menyertakan nabi biasa disebut sholawat dan
syekh nariyah adalah salah satu penyusun sholawat nabi yang disebut
sholawat nariyah.
Suatu malam syekh nariyah membaca sholawatnya sebanyak 4444 kali.
Setelah membacanya, beliau mendapat karomah dari Allah. Maka dalam suatu
majelis beliau mendekati Nabi Muhammad dan minta dimasukan surga
pertama kali bersama nabi. Dan Nabi pun mengiyakan. Ada seseorang
sahabat yang cemburu dan lantas minta didoakan yang sama seperti syekh
nariyah. Namun nabi mengatakan tidak bisa karena syekh nariyah sudah
minta terlebih dahulu.
Mengapa sahabat itu ditolak nabi? dan justru syekh nariyah yang bisa?
Para sahabat itu tidak mengetahui mengenai amalan yang setiap malam
diamalkan oleh syekh nariyah yaitu mendoakan keselamatan dan
kesejahteraan nabinya. Orang yang mendoakan Nabi Muhammad pada
hakekatnya adalah mendoakan untuk dirinya sendiri karena Allah sudah
menjamin nabi-nabiNya sehingga doa itu akan berbalik kepada si
pengamalnya dengan keberkahan yang sangat kuat.
Jadi nabi berperan sebagai wasilah yang bisa melancarkan doa umat yang
bersholawat kepadanya. Inilah salah satu rahasia doa/sholawat yang tidak
banyak orang tahu sehingga banyak yang bertanya kenapa nabi malah
didoakan umatnya? untuk itulah jika kita berdoa kepada Allah jangan lupa
terlebih dahulu bersholawat kepada Nabi SAW karena doa kita akan lebih
terkabul daripada tidak berwasilah melalui bersholawat.
Inilah riwayat singkat sholawat nariyah. Hingga kini banyak orang yang
mengamalkan sholawat ini, tak lain karena meniru yang dilakukan syekh
nariyah. Dan ada baiknya sholawat ini dibaca 4444 kali karena syekh
nariyah memperoleh karomah setelah membaca 4444 kali. Jadi jumlah amalan
itu tak lebih dari itba’ (mengikuti) ajaran syekh.
KEUTAMAAN SHOLAWAT
Rasulullah saw bersabda: “Barang-siapa yang membaca shalawat kepada-ku
sekali, Allah akan memberikan balasan shalawat kepadanya sepuluh
kali.”[HR. Muslim 1/288.]
Rasul saw bersabda: “Janganlah kamu menjadikan kuburanku sebagai hari
raya, dan bacalah shalawatmu pa-daku, sesungguhnya bacaan shalawat-mu
akan sampai kepadaku, di mana saja kamu berada.”[HR. Abu Dawud 2/218
shahih, Ahmad 2/367]
Rasul saw bersabda: “Orang yang bakhil adalah orang yang apabila aku
disebut, dia tidak membaca shalawat kepadaku.”[HR. At-Tirmidzi 5/551,
begitu juga imam hadis yang lain, lihat Shahihul Jami’ 3/25 dan Shahih
At-Tirmidzi 3/177]
Rasul saw bersabda: “Sesungguh-nya Allah mempunyai para malaikat yang
senantiasa berkeliling di bumi yang akan menyampaikan salam kepadaku
dari umatku”. [HR. An-Nasa’i, Al-Hakim 2/421]
Rasul saw bersabda: “Tidaklah se-seorang mengucapkan salam kepadaku
kecuali Allah mengembalikan ruhku ke-padaku sehingga aku membalas
salam-(nya).” [Abu Daud no. 2041]
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَن صلَّى عليَّ صلاةً واحدةً ، صَلى اللهُ عليه عَشْرَ صَلَوَاتٍ، وحُطَّتْ عنه عَشْرُ خَطياتٍ ، ورُفِعَتْ له عَشْرُ دَرَجَاتٍ
“Barangsiapa yang mengucapkan shalawat kepadaku satu kali maka Allah
akan bershalawat baginya sepuluh kali, dan digugurkan sepuluh kesalahan
(dosa)nya, serta ditinggikan baginya sepuluh derajat/tingkatan (di surga
kelak)”[
1].
Hadits yang agung ini menunjukkan keutamaan bershalawat kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan anjuran memperbanyak shalawat
tersebut[
2], karena ini merupakan sebab turunnya rahmat, pengampunan dan pahala yang berlipatganda dari Allah Ta’ala[
3].
Beberapa faidah penting yang terkandung dalam hadits ini:
- Banyak bershalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
merupakan tanda cinta seorang muslim kepada beliau shallallahu ‘alaihi
wa sallam[
4], karena para ulama mengatakan:
“Barangsiapa yang mencintai sesuatu maka dia akan sering menyebutnya”[
5].
- Makna shalawat kepada nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
meminta kepada Allah Ta’ala agar Dia memuji dan mengagungkan beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam di dunia dan akhirat, di dunia dengan
memuliakan penyebutan (nama) beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,
memenangkan agama dan mengokohkan syariat Islam yang beliau bawa. Dan di
akhirat dengan melipatgandakan pahala kebaikan beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam, memudahkan syafa’at beliau kepada umatnya dan
menampakkan keutamaan beliau pada hari kiamat di hadapan seluruh
makhluk[
6].
- Makna shalawat dari Allah Ta’ala kepada hamba-Nya adalah limpahan
rahmat, pengampunan, pujian, kemualian dan keberkahan dari-Nya[
7].
Ada juga yang mengartikannya dengan taufik dari Allah Ta’ala untuk
mengeluarkan hamba-Nya dari kegelapan (kesesatan) menuju cahaya
(petunjuk-Nya), sebagaimana dalam firman-Nya,
{هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ
الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا}
“Dialah yang bershalawat kepadamu (wahai manusia) dan malaikat-Nya
(dengan memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari
kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang
kepada orang-orang yang beriman” (QS al-Ahzaab:43).
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
- [1] HR an-Nasa’i (no. 1297), Ahmad (3/102 dan 261), Ibnu Hibban
(no. 904) dan al-Hakim (no. 2018), dishahihkan oleh Ibnu Hibban,
al-Hakim dan disepakati oleh adz-Dzahabi, juga oleh Ibnu hajar dalam
“Fathul Baari” (11/167) dan al-Albani dalam “Shahihul adabil mufrad”
(no. 643).
- [2] Lihat “Sunan an-Nasa’i” (3/50) dan “Shahiihut targiib wat tarhiib” (2/134).
- [3] Lihat kitab “Faidhul Qadiir” (6/169).
- [4] Lihat kitab “Mahabbatur Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, bainal ittibaa’ walibtidaa’” (hal. 77).
- [5] Lihat kitab “Minhaajus sunnatin nabawiyyah” (5/393) dan “Raudhatul muhibbiin” (hal. 264).
- [6] Lihat kitab “Fathul Baari” (11/156).
- [7] Lihat kitab “Zaadul masiir” (6/398).